Seri Prediksi Tren Data Center 2026 – Bagian 1 dari 4
Tahun 2026 semakin dekat, dan transformasi yang dibawa oleh kecerdasan buatan (AI) telah mengubah lanskap infrastruktur data center secara fundamental. Dalam seri empat artikel ini, kami akan mengeksplorasi tren-tren kunci yang akan membentuk masa depan industri data center di tahun mendatang. Artikel pertama ini berfokus pada dampak AI terhadap infrastruktur dan teknologi data center—mulai dari kebutuhan daya hingga evolusi hyperscale, inovasi sistem pendinginan, dan ide-ide revolusioner seperti data center di luar angkasa.
Baca juga: Mengenal Data Center AI: Spesifikasi Utama dan Perangkat Keras
Lonjakan Kebutuhan Daya yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya
AI membutuhkan daya komputasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan aplikasi tradisional, terutama karena penggunaan GPU dan server akselerator berkinerja tinggi. Menurut laporan International Energy Agency (IEA), konsumsi listrik pusat data global diperkirakan mendekati 1.050 terawatt-hours (TWh) pada tahun 2026—angka yang akan menjadikannya sebagai konsumen listrik terbesar kelima di dunia.
Secara spesifik, AI telah menyumbang 5-15% dari penggunaan daya data center dalam beberapa tahun terakhir, dan angka ini bisa meningkat menjadi 35-50% pada tahun 2030 dalam skenario pertumbuhan tinggi. Di Amerika Serikat saja, data center menyumbang 4% dari total konsumsi listrik nasional pada 2024, dan permintaannya diproyeksikan lebih dari dua kali lipat pada 2030, sebagian besar didorong oleh boom AI.
Proyeksi dari MIT News menunjukkan bahwa permintaan listrik dari data center yang dioptimasi untuk AI bisa mencapai 90 TWh per tahun pada 2026. Lebih mengkhawatirkan lagi, analisis MIT Sloan mengungkapkan bahwa data center AI bisa mengonsumsi daya hingga 21% dari total permintaan energi global jika biaya pengiriman layanan AI ke pelanggan dihitung. Dampak ini mendorong pembangunan data center hyperscale yang lebih besar, dengan kapasitas mencapai ratusan megawatt untuk menangani beban komputasi AI yang masif.
Evolusi Hyperscale: Data Center yang Lebih Besar dan Canggih
AI tidak hanya meningkatkan kebutuhan daya, tetapi juga mendorong pertumbuhan data center hyperscale—fasilitas raksasa yang dirancang untuk skala global. Deloitte memperkirakan permintaan daya dari data center AI di AS bisa tumbuh lebih dari 30 kali lipat menjadi 123 GW pada 2035, yang memerlukan pembangunan hyperscale baru dengan desain modular dan fleksibel.
Tech giants seperti Alphabet, Amazon, Microsoft, dan Meta berencana menginvestasikan lebih dari US$350 miliar pada data center tahun ini dan US$400 miliar pada 2026, dengan fokus pada hyperscale yang mampu menangani workload AI seperti pelatihan model besar. Struktur Research memperkirakan bahwa hingga 2026, pasar data center global akan tumbuh secara signifikan berkat AI, dengan hyperscale menjadi tulang punggung untuk layanan cloud dan edge computing. Arsitektur ini juga mengadopsi pergeseran ke desain composable, di mana sumber daya seperti GPU dapat dialokasikan secara dinamis untuk efisiensi maksimal.
Di Indonesia, operator seperti EDGE DC menunjukkan tren ini dengan fasilitas hyperscale yang mendukung AI, termasuk integrasi teknologi canggih untuk skalabilitas.
Transisi Sumber Energi dan Keberlanjutan
Saat ini, sumber daya untuk data center masih berasal dari campuran grid nasional yang didominasi bahan bakar fosil. IEA memperkirakan bahwa gas alam dan batu bara akan memenuhi lebih dari 40% permintaan listrik tambahan dari data center hingga 2030.
Namun, energi terbarukan seperti surya, angin, hidro, dan geotermal semakin populer untuk mendukung pertumbuhan hyperscale. Di AS, yang memiliki 5.426 data center pada Maret 2025, transisi ke energi bersih menjadi prioritas. Di Indonesia, EDGE DC juga mengadopsi Renewable Energy Certificate (REC) dari PLN yang bersumber dari energi panas bumi.
Revolusi Sistem Pendinginan
Sistem pendinginan tradisional berbasis udara tidak lagi memadai untuk rack berdaya tinggi AI yang mencapai 100 kW+ per rack. Adopsi pendinginan cairan seperti direct-to-chip dan immersion cooling akan mendominasi pada 2026, menawarkan efisiensi energi 30-50% lebih baik.
Perusahaan terkemuka seperti Schneider Electric, Vertiv, dan LiquidStack memimpin inovasi dalam segmen ini. Di kawasan Asia-Pasifik, adopsi teknologi pendinginan inovatif semakin meningkat. EDGE DC, misalnya, telah mengimplementasikan StatePoint® Liquid Cooling System dari Nortek di fasilitas EDGE2 berkapasitas 23 MW—menjadikannya data center pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi indirect evaporative cooling dengan membran semipermeabel. Teknologi ini secara signifikan mengurangi konsumsi listrik dan air tahunan, sekaligus dapat beradaptasi dengan kondisi iklim tropis yang panas dan lembab.
Pendekatan hibrida pendinginan cairan juga mengurangi penggunaan air hingga 90% di wilayah kering—solusi penting untuk daerah dengan kelangkaan air.
Baca juga: Bagaimana Gen AI Merevolusi Data Center
Inovasi Lokasi: Data Center di Luar Angkasa
Untuk mengatasi keterbatasan di Bumi, AI mendorong ide-ide inovatif seperti data center di luar angkasa. Google melalui Project Suncatcher sedang mengeksplorasi infrastruktur AI berbasis satelit, di mana chip TPU ditempatkan di orbit untuk memanfaatkan energi surya tak terbatas dan menghindari kendala daya serta ruang di darat.
Proyek ini, bekerja sama dengan Planet Labs, akan meluncurkan peralatan uji coba pertama pada awal 2027. Desainnya melibatkan kluster satelit yang terhubung melalui tautan optik antar-satelit, membentuk array sepanjang 1 km dengan 81 satelit untuk komputasi skalabel. Ini adalah “moonshot” untuk memenuhi permintaan AI yang melonjak, dengan potensi mengurangi biaya energi hingga 10 kali lipat dibandingkan data center darat, meskipun tantangan seperti pendinginan di ruang hampa dan latensi komunikasi masih perlu diatasi.
Kesimpulan
AI tidak hanya mempercepat inovasi tetapi juga merevolusi data center melalui hyperscale yang lebih besar, sistem pendinginan canggih, dan ide-ide ambisius seperti Project Suncatcher di luar angkasa. Tren ini memungkinkan penanganan workload AI yang masif, dari pelatihan model hingga inferensi real-time.
Bagi penyedia data center, masa depan terletak pada skalabilitas hyperscale, adopsi teknologi mutakhir, dan eksplorasi lokasi inovatif untuk tetap kompetitif di era AI yang akan mendominasi 2026. Kombinasi pertumbuhan eksponensial dan inovasi ini akan membentuk infrastruktur digital global yang lebih kuat dan adaptif.